Produksi gula nasional Indonesia mengalami kemerosotan sangat tajam dalam
tiga dasawarsa terakhir. Kemerosotan ini menjadikan Indonesia yang pernah menjadi
produsen gula sekaligus eksportir gula, berubah menjadi importer gula terbesar.
Mempertahankan prestasi memang lebih sulit daripada mencapai prestasi, ya itulah
kenyataannya sekarang, rata-rata impor setiap tahun mencapai 1,5 juta ton atau setara
dengan 1 trilyun (Anonymous, 2009).
Kebutuhan pengadaan gula ke depan akan semakin berat mengingat
banyaknya lahan sawah subur yang dikonversi untuk kepentingan non pertanian dan
jumlah penduduk yang semakin bertambah. Di lain pihak laju pertambahan
produktivitas tanaman tebu semakin menurun yang disebabkan iklim yang kurang
mendukung, dan serangan berbagai hama dan penyakit.
Luas areal tanaman tebu di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 436.500 ha
dengan produksi gula nasional sebesar 2.668.427 ton (Ditjenbun, 2008-2009),
sedangkan total serangan penggerek pucuk tebu di Propinsi Jawa Barat dan Jawa
Timur yang dilaporkan mencapai 111,982.08 ha dan kerugian hasil diperkirakan
mencapai Rp.163.531.890 (Ditjenbun, 2008-2009).
Kerugian gula yang disebabkan oleh hama tebu di Indonesia ditaksir sebesar
15%. Lebih dari 100 jenis binatang dapat mengganggu dan merusak tanaman tebu di
lapangan. Namun hanya beberapa diantaranya yang sering merusak dan menimbulkan
kerugian seperti serangga hama penggerek batang, penggerek pucuk, dan tikus,
meskipun demikian jenis-jenis lain tetap memiliki potensi untuk hama.
Penggerek Pucuk Tebu, Hama Apakah Itu??
Hama penggerek pucuk tebu menurut Kalshoven, 1981 diklasifikasikan Phyllum
Arthropoda, Kelas Insecta, Bangsa Lepidoptera, Suku Pyralidea, Marga Scirpophaga,
Jenis Scirpophaga nivella
Scirpophaga nivella Fabricus meletakkan telurnya pada bagian bawah
permukaan daun secara berkelompok, dan tersusun seperti sisik ikan yang tertutup
selaput berwarna coklat kekuningan. Jumlah telur mencapai 6-30 butir. Setelah 8-9
hari telur menetas.
Ulat yang keluar dari telur menuju daun yang masih muda dengan cara
menggantung pada benang-benang halus yang dikeluarkan dari mulutnya. Larva akan
menggerek daun dan menuju ibu tulang daun, larva menggerek menuju titik tumbuh
batang dan menembus batang. Setiap batang berisi satu ekor penggerek (Kalshoven
1981). Ulat tersebut pada umur muda berwarna kelabu, kemudian berubah berwarna
kuning kecoklatan dan pada saat mendekati stadium pupa berwarna kuning putih.
Stadium pupa calon betina 8-10 hari dan calon jantan 10-12 hari. Kupu-kupu
betina sudah dapat bertelur sehari setelah keluar dari kepompong kupu-kupu
mempunyai warna sayap dan punggung putih dengan jambul berwarna merah. Siklus
hidup penggerek betina 48-58 hari dan jantan 50-56 hari (Handjojo, 1976).
Gejala Serangan
Gejala serangan pada helai daun terdapat lubang melintang dan ibu tulang daun
terlihat bekas gerekan berwarna coklat. Daun yang terserang akan menggulung dan
kering yang disebut mati puser. Apabila batang dibelah maka akan kelihatan lorong
gerekan dari titik tumbuh ke bawah kemudian mendekati permukaan batang dan sering
menembus batang. Oleh karena itu serangan penggerek pucuk dapat menyebabkan
kematian. Pada ruas batang yang muda yaitu di bawah titik tumbuh terdapat lubang
keluar ngengat (Djasmin, 1984).
Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Hama Penggerek Pucuk
1. Teknik bercocok tanam
Waktu tanam yang tidak serentak merupakan kondisi yang baik bagi perkembangan
populasi hama penggerek pucuk tebu. Tebu yang ditanam lebih awal bisa menjadi
sumber investasi hama penggerek pucuk bagi tanaman tebu yang ditanam berikutnya.
Tebu yang ditanam awal merupakan inang (host) bagi penggerek pucuk dalam
memenuhi kebutuhan makan, tempat tinggal dan berkembang biak. Akibatnya akan
diperoleh sumber serangan yang besar dan sangat berpotensi untuk merusak tebu
yang ditanam berikutnya.
2. Tanaman inang
Sifat morfologi dan anatomi tebu mempunyai korelasi dengan serangan penggerek
pucuk (Anonymous, 1995). Tebu dengan tulang daun yang keras atau tulang daun
dengan banyak lekukan pada epidermis bagian bawah lebih tahan terhadap serangan
hama penggerek pucuk. Kekerasan pupus dapat mengurangi serangan hama
penggerek pucuk. Kemampuan menyerang penggerek pucuk juga dipengaruhi oleh
umur tanaman. Penggerek pucuk umumnya menyerang tanaman muda berumur lebih
kurang 2 bulan. 3. Faktor lingkungan
Tingkat serangan penggerek pucuk pada tanaman tebu di lapang lebih banyak
dipengaruhi oleh tinggi rendahnya curah hujan daripada jenis tebu. Semakin tinggi
curah hujan serangan penggerek pucuk cenderung meningkat ( Wiriatmojo, 1978).
Curah hujan yang tinggi meningkatkan kelembapan tanah dan merupakan tempat yang
sangat baik untuk pengembangannya.
4. Faktor musuh alami
Keberadaan musuh alami di lapang juga mempengarungi populasi hama, musuh alami
yang dapat mengendalikan hama penggerek pucuk adalah parasit Trichogramma.
Kerugian akibat serangan penggerek pucuk yang terjadi pada 1 s/d 5 bulan sebelum
tebang menyebabkan rendemen gula berkurang 15-77% ( Anonymous, 1989).
Pengendalian Hama Penggerek Pucuk Tebu
Dengan kondisi luas serangan yang merata di seluruh Indonesia, maka strategi
pengelolaan hama penggerek pucuk tebu yang paling tepat adalah dengan
Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Teknik Pengendalian Hama Terpadu yang dapat
diterapkan diantaranya:
Pengendalian mekanis
Pengendalian mekanis dapat langsung dilakukan pada saat melakukan pengamatan di
kebun yaitu dengan memungut atau mengambil telur atau kelompok telur, larva atau
ulat atau pupa atau serangga dewasa pada bagian tanaman yang terserang secara
langsung dan membunuhnya.
Pengendalian Kultur Teknis atau Budidaya
1) Pengendalian dengan cara kultur teknis atau budidaya dapat dilakukan dengan
cara Penggunaan bibit unggul,
2) Penggunaan pupuk berimbang yang sesuai dengan jenis, dosis, waktu dan
cara pemakaian yang dianjurkan
3) Pengaturan pola tanam
4) Penanaman serentak
5) Pengaturan jarak tanam
6) Pergiliran tanaman Pengendalian Hayati atau Biologis
a. Konservasi musuh alami
Konservasi musuh alami merupakan cara yang paling murah dan mudah
dilakukan oleh petani baik sendiri atau berkelompok. Konservasi musuh alami
merupakan usaha kita untuk membuat lingkungan kebun disenangi dan cocok
untuk kehidupan musuh alami terutama kelompok predator dan parasitoid.
b. Pelepasan musuh alami
Pelepasan musuh alami dilakukan dengan mencari atau mengumpulkan musuh
alami dari tempat lain, kemudian langsung dilepas di kebun yang dituju. Musuh
alami hama penggerek pucuk berupa parasit telur dan parasit larva. Parasit
telur misalnya Trichogramma japonicum, sedangkan parasit larva misalnya lalat
jatiroto.
Pengendalian Kimiawi
Aplikasi insektisida kimia hanya dilakukan jika persentase serangan hama
penggerek pucuk dengan kategori serangan berat sudah mencapai 40 %. Jenis
insektisida yang dianjurkan adalah golongan karbamat, antara lain Karbofuran
(Furadan 3G), Kalbosulfan (Matrix 200EC), Imidakloprid ( Wingran 0,5G).
konsentrasi yang digunakan sesuai rekomendasi yaitu antara 1-2 ml/l atau 10-
12kg/Ha.
Dengan melakukan kegiatan perlindungan yang dimulai sejak pengenalan
hama, pengamatan agro-ekosistem secara teratur, analisis hasil pengamatan
agroekositem, pengambilan keputusan, tindakan berbagai teknik pengendalian yang
dilakukan secara terpadu dan kompatibel, dan evaluasi dari setiap tahap kegiatan
perlindungan tanaman maka diharapkan upaya peningkatan produksi gula menuju
swasembada gula dapat tercapai. Insya Allah Indonesia akan menjadi kiblatnya Gula
dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar