Selasa, 12 Oktober 2010

Mengukur Kecerdasan Anak


Mengukur Kecerdasan Anak

Oleh: Roslina Verauli, M. Psi (psikolog)
Apa yang Dimaksud dengan Kecerdasan?
Berbicara tentang inteligensi atau yang dikenal dengan kecerdasan, yang ada di benak kita adalah kecerdasan yang dimiliki seseorang dalam arti kapasitas yang dimiliki individu sehingga memungkinkan ia untuk belajar, bernalar, memecahkan masalah, dan melakukan tugas-tugas kognitif tingkat tinggi lainnya. Inteligensi yang tinggi selalu kita kaitkan dengan orang yang punya kemampuan seperti Albert Einstein. Itu yang kita sebut sebagai jenius. Sementara individu yang berada pada ekstrim satunya kita cap sebagai orang dengan inteligensi rendah atau keterbelakangan mental.

Dapatkah Kecerdasan Diukur?
Meskipun para ahli terutama di bidang psikologi belum mampu merumuskan term inteligensi dengan tepat, sudah banyak usaha yang dilakukan untuk melakukan pengukuran terhadap inteligensi bahkan sejak awal 1900-an. Ini bermula dari sebuah sekolah di Perancis yang ingin membuat program pendidikan berdasarkan kecerdasan anak agar diperoleh manfaat yang optimal. Alfred Binet merancang alat tes yang dapat membedakan siswa yang cerdas dari yang tidak cerdas. Hingga tercipta sebuah pengukuran yang disebut IQ atau Intelligence Quotient.
IQ merupakan satuan skor yang menunjukkan taraf kemampuan skolastik seseorang. Itu sebabnya, secara umum tes IQ hanya terbatas sebagai alat untuk mengukur kemampuan verbal, logis matematika, dan spasial. Sejumlah kemampuan yang dikembangkan di dalam lingkup akademis alias di sekolah.
Sebagai alat untuk mengukur potensi kecerdasan akademis, IQ tepat digunakan untuk meramalkan kesuksesan seorang anak di bidang akademis kelak. Bahkan sejak dini, anak sudah dapat diukur sejumlah potensi akademisnya sehingga dapat ditentukan apakah ia siap atau tidak untuk masuk sekolah. Sejumlah tes IQ yang berkembang dan umum digunakan saat ini antara lain; tes Stanford-Binet dan Wechsler.
Miskonsepsi tentang Kecerdasan
Sayangnya, sebagai alat yang terbatas hanya mengukur kemampuan skolastik, skor IQ sering digunakan secara berlebihan sebagai patokan dalam meramalkan kesuksesan seorang, tidak hanya di sekolah tapi juga dalam pilihan karir, pekerjaan, serta lingkungan sosial di masa yang akan datang.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan
Dari sejumlah penelitian terhadap keluarga, anak adopsi, dan saudara kembar, dipastikan bahwa faktor genetis memiliki sumbangan atas inteligensi pada seorang anak. Diperkirakan 40% - 80% perbedaan inteligensi pada individu dipengaruhi oleh faktor turunan atau faktor genetis. Namun ketiga penelitian tersebut juga menemukan bahwa faktor lingkungan juga turut mempengaruhi inteligensi seseorang.
Adapun sejumlah faktor lingkungan yang turut mempengaruhi perbedaan inteligensi antar individu antara lain, stimulasi dari lingkungan, berupa;
Orangtua atau keluarga yang peka pada kemampuan yang ditampilkan anak
Tempat tinggal atau lingkungan yang kaya fasilitas penunjang kecerdasan
Stimulasi pendidikan dan pelatihan yang memadai

Apakah kecerdasan menetap?
Sejumlah orangtua selalu bertanya-tanya, apakah kecerdasan relatif menetap atau cenderung kelak akan mengalami perubahan?
Dari sejumlah penelitian, ditemukan adanya kaitan yang kecil antara IQ pada masa bayi dibandingkan dengan IQ kelak di usia sekolah, remaja, hingga dewasa. Namun penelitian terbaru menguraikan perbedaan yang ada lebih disebabkan karena perbedaan dalam content atau isi dari tes IQ itu sendiri, antara tes IQ pada masa bayi dan pada usia-usia berikutnya. Respon-respon yang ditampilkan anak saat ia bayi, ternyata tetap memiliki kaitan dengan responnya kelak saat ia berada pada tahap usia skeolah, hingga remaja, dan dewasa.

Dapatkah Kecerdasan Dideteksi Sejak Dini?
Kembali pada uraian tentang apa yang dimaksud dengan kecerdasan, jelas, kecerdasan dapat dideteksi bahkan sejak dini. Sejak anak mampu menampilkan perilaku tertentu, yakni sejak ia lahir. Tentu saja ranah kecerdasan pada bayi tidak sama dengan ranah kecerdasan balita dan anak. Pada bayi ranah kecerdasan masih di seputar perkembangan kemampuan motor dan bahasa. Bayi yang cerdas akan memiliki kemampuan motor dan berbahasa yang melebihi bayi seusianya. sementara pada anak dan balita, kemampuan ini berkembang menjadi kemampuan motorik kasar, motorik halus, bahasa, hingga kemampuan personal, dan sosial.
Untuk mendeteksi tingkat kecerdasan bayi dan balita, orangtua perlu memahami perkembangan yang normal pada bayi dan balita sehingga dapat dijadikan patokan atau ukuran dalam menentukan apakah seorang anak sudah mampu mencapai tahap perkembangan seperti anak seusianya atau belum. Marcia Rosen, menyusun beberapa tahap perkembangan yang dianggap normal, dalam arti sudah dapat dikuasai oleh anak pada usia tertentu.

Usia                    Kemampuan Berespon
0 – 3 bulan Hanya menampilkan respon refleks atas stimulus. Bahasa yang dikuasai hanyalah berupatangisan.                                                                                                                     
4 bulan Mulai memiliki kontrol atas tubuhnya sendiri dan menunjukkan awal mula kemampuan motorik halus. Mulai mampu berespon secara sosial dengan senyuman dan bunyi-bunyian.
6 bulan Mulai belajar duduk dan merangkak. Sudah memilki kemampuan mengontrol gerakan tangan sehingga mampu memegang benda kecil atau makan kue yang diberikan. Bahkan sudah memiliki kemampuan koordinasi mata dan tangan untuk menggapai benda.
9 bulan Sudah mulai mampu menggunakan jari-jemarinya untuk makan sendiri. Mulai mencoba merangkak dan berdiri. Mencoba menggunakan kata atau suku kata sederhana.
12 bulan (tahun pertama) Terlihat perkembangan yang cukup pesat pada anak dan ia mulai menunjukkan kemampuan menguasai berbagai hal.
Tahun ke-2 Mulai independen, senang mengeskplorasi, penuh rasa ingin tahu, mencoba berbagai kemampuan baru, berkomunikasi dengan kata-kata, mencoba memahami sebab-akibat melalui kemampuan motorik, dan menguasai proses belajar dalam arti yang sesungguhnya.
Tahun ke-3 Anak sudah menunjukkan penguasaan yang jauh lebih baik pada berbagai alat untuk belajar, seperti bahasa, ingatan, kemampuan motor, dan perasaan tentang dirinya sendiri.
Tahun ke-4 dan ke-5 Kemampuan belajar anak jauh lebih berkembang sehingga memungkinkan ia menerima proses belajar secara formal.

Seperti apa respon anak secara spesifik, akan dibahas dalam talkshow ”Mengukur Kecerdasan Anak” dalam Smart Parents Conference.
Mengembangkan Kecerdasan Anak sejak Dini
Dengan memahami status perkembangan yang normal pada bayi dan balita, orangtua dapat mendeteksi dan mengukur sampai sejauh mana perkembangan kemampuan anaknya sendiri. Bila anak mampu menunjukkan kemampuan yang melebihi anak seusianya, dapat dikatakan bahwa ia memiliki kapasitas belajar yang baik alias cerdas.
Sementara bila anak menunjukkan keterlambatan, hati-hati, orangtua diharapkan lebih waspada dan berhati-hati dalam memahai setiap respon yang ditampilkan anak. Perlu diketahui apakah keterlambatan hanya disebabkan karena keterlambatan biasa (mengingat setiap anak memiliki milestone yang berbeda), kurang stimulasi, atau ada faktor lain yang menghambat, seperti adanya gangguan-gangguan perkembangan.
Merangsang kecerdasan anak sudah dapat dilakukan sejak dini. Orangtua hanya perlu memastikan sudah seberapa jauh, peduli dan mampu menghargai setiap kemampuan yang dimiliki anak.
Tips bagi orangtua agar mampu mengembangkan kecerdasan anak sejak dini;
Pastikan kebutuhan-kebutuhan dasar anak terpenuhi
Jeli pada potensi dan bakat anak dengan cara menyuguhkan berbagai rangsangan melalui kegiatan yang bervariasi dan menyuguhkan sarana atau prasarana
Disiplin melatih potensi kecerdasan anak
Memberi model perilaku yang tepat dan menunjukkan minat pada kegiatan anak
Menciptakan hubungan yang penuh kasih sayang dengan tidak membandingkan
Sekali lagi, potensi kecerdasan hanya akan terpendam bila tidak dijadikan kemampuan melalui serangkaian stimulasi dan tak akan menjadi prestasi tanpa latihan dan disiplin yang mantap. Seperti apa? Ikuti talkshow interaktif sesi bagaimana cara mendeteksi dan mengembangkan kecerdasan anak sejak dini pada Smart Parents Conference.
Buku Rujukan

Papalia, Diane., Olds, Sally W., Feldman, Ruth D. 2008. Human Development. 11th Ed. USA:
McGraw-Hill.
Rosen, Marcia. 1986. Test Your Baby’s IQ. USA: Prentice Hall Press.
Solso, R Robert. 2001. Cognitive Psychology. 6th Ed. Nevada: Allyn & Bacon.
Vasta, Ross., Miller, Scott A., Ellis, Shari. 2004. Child Psychology. 4th Ed. NJ: John Wiley
& Sons, Inc.

ntriono@yahoo.com


<!-- Begin: http://adsensecamp.com/ -->
<script src="http://adsensecamp.com/show/?id=BP24AWI5U5E%3D&cid=rDRAQca6lYU%3D&chan=4ktfoGRhhPQ%3D&type=4&title=3D81EE&text=000000&background=FFFFFF&border=000000&url=2BA94F" type="text/javascript">
</script>
<!-- End: http://adsensecamp.com/ -->

Tidak ada komentar:

Posting Komentar