TIGA MASALAH PENTING DALAM SHALAT (1)
Oleh : Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz
   Segala puji hanya  milik Allah semata, shala-wat dan salam semoga tetap  dicurahkan kepada  hamba dan utusanNya, yaitu Nabi Muhammad, keluarga  dan para shahabatnya.  Amma ba`du:
Berikut ini adalah uraian singkat tentang sifat (tata cara) shalat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam .  Penulis ingin menyajikannya kepada setiap muslim, baik laki-laki   ataupun perempuan, agar siapa saja yang membaca-Nya dapat   bersungguh-sungguh dalam mencontoh (berqudwah) kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. di dalam masalah shalat, sebagaimana sabda beliau:
<!--[if gte vml 1]>                    <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR. Al-Bukhari). 
Kepada para pembaca, berikut ini uraiannya:
1. Menyempurnakan wudlu;
(Seseorang  yang  yang hendak melakukan shalat) hendaknya berwudlu sebagaimana yang   diperintahkan Allah; sebagai peng-amalan terhadap firmanNya:
  “Wahai  orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak melakukan  shalat, maka  cucilah muka kalian, kedua tangan kalian hingga siku, dan  usaplah kepala  kalian, dan (cucilah) kedua kaki kalian hingga kedua  mata kaki…” (Al-Ma’idah: 6).
dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “Tidak diterima shalat tanpa bersuci dan shadaqah dari penipuan.” (HR. Muslim ).
Dan sabdanya kepada orang yang tidak betul shalatnya:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “Apabila kamu hendak melakukan shalat, maka sempurnakanlah wudhu”.
2. Menghadap ke kiblat: 
Yaitu  Ka`bah, di  mana saja ia berada dengan seluruh tubuhnya (secara  sempurna), sambil  berniat di dalam hatinya untuk melakukan shalat  sesuai yang ia inginkan,  apakah shalat wajib atau shalat sunnah, tanpa  mengucapkan niat tersebut  dengan lisannya, karena mengucapkan niat  dengan lisan itu tidak  dibenarkan (oleh syara`), bahkan hal tersebut  merupakan perbuatan bid`ah. Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah melafadzkan niat begitu juga para sahabat. Disunnahkan meletakkan sutrah  (pembatas) baik sebagai imam atau shalat sendirian karena demikian itu   termasuk sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Shalat  harus  menghadap kiblat sebab tidak sah shalat seseorang jika tidak  menghadap  kiblat kecuali dalam kondisi tertentu yang telah banyak  dijelaskan dalam  kitab-kitab fikih.
3. Takbiratul ihram  dengan mengangkat ke-dua tangan hingga sejajar dengan pundak sambil  mengucap Allahu Akbar lalu mengarahkan pandangan ke tempat sujud. 
4. Mengangkat kedua tangan di saat bertak-bir hingga sejajar dengan kedua pundak atau sejajar dengan kedua telinganya. 
5. Meletakkan kedua tangan di atas dada-nya,
Yaitu  dengan  meletakkan tangan kanan pada punggung tangan kiri, atau pada  pergelangan  tangan kiri, atau pada lengan tangan kiri, karena hal  tersebut ada  haditsnya, (seperti) hadits yang bersumber dari Wa’il bin  Hujr dan  Qubaishah bin Hulb Al-Tha’iy yang ia riwaratkan dari ayahnya   radhiyallahu ‘anhu.
6. Disunnahkan membaca do’a istiftah: 
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “Ya   Allah, jauhkanlah antaraku dengan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana   Engkau telah menjauhkan antara timur dan barat; Ya Allah, sucikanlah aku   dari kesalahan-kesalahanku seba-gaimana pakaian putih disucikan dari   segala kotoran; Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesa-lahan-kesalahanku   dengan air, es dan salju” (Muttafaq `alaih yang bersumber dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam).
Boleh juga membaca do’a yang lain sebagai gantinya, seperti:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “  Maha Suci Engkau, Ya Allah, dengan segala puji bagiMu, Maha Mulia   NamaMu, dan Maha Tinggi kemuliaanMu, tiada Tuhan yang yang berhak   disembah selain Engkau“.
Karena do’a ini ada dalil shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan diperbolehkan membaca do’a istiftah lain dari keduanya yang ada dalil shahihnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun yang lebih afdhal (utama)   adalah pada suatu saat membaca do`a istiftah yang pertama dan pada  saat  yang lain membaca yang kedua atau yang lainnya yang ada dalil   shahihnya, karena yang demikian itu lebih sempurna dalam ber-ittiba` (mencontoh Rasu-lullah shallallahu ‘alaihi wasallam).
Kemudian membaca:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk ” “Dan dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang“.
Dan dilanjutkan dengan membaca Surat Al-Fatihah, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “Tidak syah shalat seseorang yang tidak membaca Surat Al-Fatihah “, dan sesudah itu membaca “Amin” secara jelas (nyaring) dalam shalat jahriyah, dan sirr (tersembunyi) dalam shalat sirriyah.
Kemudian  membaca  ayat-ayat Al-Qur’an, dan diutamakan bacaan dalam shalat  Zhuhur, Ashar  dan Isya’ dari surat-surat yang agak panjang, dan pada  shalat Shubuh  surat-surat yang panjang, sedangkan pada shalat Maghrib  surat-surat  pendek dan pada suatu saat boleh juga membaca surah yang  panjang atau  setengah panjang, maksudnya pada shalat Maghrib,  sebagaimana yang  diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wasallam. Dan pada  shalat Ashar hendaknya membaca surat yang lebih  pendek dari pada bacaan  shalat dzuhur
7. Ruku` sambil bertakbir dan mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua pun-dak atau kedua telinga, dengan menjadikan kepala sejajar dengan punggung dan meletakkan kedua tangan pada kedua lutut dengan jari-jari terbuka sambil thuma’ninah di saat ruku` dan mengucapkan:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “Maha suci RabbKu Yang Maha Agung”
Dan lebih diutamakan membacanya tiga kali atau lebih, dan di samping itu dianjurkan pula membaca:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “Maha Suci Engkau, Wahai Rabb kami dan dengan segala puji bagiMu, Ya Allah, ampunilah aku”.
8. Mengangkat kepala dari ruku’, sambil mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua pundak atau kedua telinga sambil membaca:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “Semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya”.
baik sebagai imam atau shalat sendirian. Lalu di saat berdiri mengucapkan:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “Wahai  Rabb kami, milikMu segala pujian sebanyak-banyaknya lagi baik  dan  penuh berkah, sepenuh langit dan bumi, sepenuh apa yang ada di  antara  keduanya dan sepenuh apa saja yang Engkau kehendaki kelak”.
Dan jika ditambah lagi sesudah itu dengan do’a:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “  Pemilik puja dan puji, ucapan yang paling haq yang diucapkan oleh   seorang hamba; dan semua kami adalah hamba bagiMu; Ya Allah, tiada   penghalang terhadap apa yang Engkau berikan, dan tiada yang dapat   memberikan terhadap apa yang Engkau halangi, tiada berguna bagi orang   yang memiliki kemuliaan, karena dariMu lah kemuliaan”.
Maka  hal tersebut  baik, karena yang demikian itu ada dasarnya dari Nabi  shallallahu  ‘alaihi wasallam dalam beberapa hadits shahih.
Adapun jika ia sebagai ma’mum, maka di saat mengangkat kepala membaca:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “Wahai Rabb kami, milikMu lah segala puji-an“… hingga akhir bacaan di atas.
Dan  dianjurkan  meletakkan kedua tangannya di atas dadanya, sebagaimana  yang ia lakukan  pada saat berdiri sebelum ruku`, karena keshahihan  hadits dari Nabi  shallallahu ‘alaihi wasallam yang menunjukkan  demikian, yaitu hadits  yang bersumber dari Wa’il bin Hujr dan Sahal bin  Sa`ad radhiyallahu  ‘anhu.
9. Sujud sambil bertakbir dengan meletak-kan kedua lutut sebelum kedua tangan, jika   hal tersebut memungkinkan. Dan jika tidak, maka men-dahulukan kedua   tangan sebelum kedua lutut, sambil menghadapkan jari-jari kedua telapak   kaki dan jari jari kedua telapak tangan ke qiblat, dengan posisi   jari-jari telapak tangan rapat. Dan sujud di atas tujuh anggota tubuh,   yaitu dahi bersama hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut dan ujung   jari kedua telapak kaki, sambil membaca do’a:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “Maha Suci Rabbku Yang Maha Tinggi.” tiga kali atau lebih:
Dianjurkan pula membaca:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “Maha Suci Engkau, Ya Allah Rabb kami, dengan segala puji bagiMu. Ya Allah ampunilah aku “.
Dan memperbanyak do’a, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: 
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “Adapun   ruku`, maka agungkanlah Tuhan pada saat itu, dan adapun sujud, maka   bersungguh-sungguhlah kalian dalam berdo’a, sebab layak untuk diterima   bagi kalian.”
Dan juga sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “ Posisi terdekat seorang hamba dari Tuhannya adalah di saat ia sedang sujud, maka dari itu perbanyaklah do’a.”
Kedua hadis tersebut diriwayatkan oleh Muslim di dalam Shahihnya.
Hendaknya  (diwaktu  sujud) ia memohon kepa-da Tuhannya kebaikan dunia dan akhirat  untuk  dirinya dan untuk orang lain dari kaum muslimin, baik itu dalam  shalat  wajib maupun dalam shalat sunnah. Dan (diwaktu sujud) hendaknya   mereng-gangkan kedua lengan tangan dari kedua lambung dan perut dari   kedua pahanya sambil mengangkat kedua hasta/lengah tangannya dari tanah,   sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “  Tegak luruslah kalian di saat sujud dan jangan ada seorang  dari kalian  meletakkan kedua lengan tangannya seperti anjing meletakkan  kedua  lengan tangannya.” (Muttafaq `alaih).
10. Mengangkat kepala sambil bertakbir, bertumpu  pada kaki kiri dan mendudukinya, sedang-kan kaki kanan ditegakkan,  meletakkan kedua tangan di atas ujung kedua paha dan kedua lutut, lalu  mem-baca:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “Wahai  Rabbku, ampunilah aku; wahai Rabbku, ampunilah aku; wahai  Rabbku,  ampunilah aku. Ya Allah, ampunilah aku, belas kasihilah aku,  berilah  aku petunjuk, berilah aku rizki, berilah aku kesehatan dan  tutupilah  kekuranganku.”
Hendaknya thuma’ninah (berhenti  sebentar) di waktu duduk, hingga setiap persendian  benar-benar berada  pada posisinya, sebagaimana di saat ia berdiri  i`tidal sebelum ruku`,  karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  memanjangkan (waktu)  i`tidalnya sesudah ruku` dan ketika duduk di antara  dua sujud.
11. Sujud yang kedua sambil bertakbir, dalam melakukannya sebagaimana ia melakukan pada sujud pertama.
12. Mengangkat kepala (bangun) sambil bertakbir, dan   duduk sejenak seperti duduk antara dua sujud. Ini disebut duduk   istirahat, hukumnya sunnah menurut pendapat yang lebih kuat dari dua   pendapat para ulama, dan jika ditinggalkan maka tidak apa-apa. Dan pada   duduk ini tidak ada bacaan atau pun do’a.
Lalu bangkit dan   berdiri untuk melakukan raka`at yang kedua dengan bersanggah pada kedua   lutut jika memungkinkan, dan jika tidak memung-kinkan, maka bersanggah   kepada kedua tangan di atas lantai, kemudian membaca Al-Fatihah dan   sete-rusnya seperti apa yang dilakukan pada raka`at yang pertama. Tidak   boleh bagi seorang ma’mum menda-hului imam, karena Nabi shallallahu   ‘alaihi wasallam melarang umatnya dari tindakan seperti itu, demikian   juga dibenci memba-rengi imam. Sunnahnya bagi ma`mum, gerakan-gerakannya   harus sesudah gerakan-gerakan imam-nya dengan tidak berbarengan, dan   harus setelah terhentinya suara imam, karena Nabi shallallahu ‘alaihi   wasallam bersabda:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “  Sesungguhnya imam itu dijadikan sebagai imam agar diikuti, maka   janganlah kalian menyelisihinya, oleh karena itu, jika ia bertakbir maka   bertakbirlah kalian, dan jika ia ruku` maka ruku`lah kalian, dan   apabila ia membaca: “Sami`allahu liman hamidah”, maka bacalah: “Rabbana   wa lakal-hamdu”, dan apabila ia sujud, maka sujudlah kalian” (Muttafaq `alaih). 
13. Jika shalat itu adalah shalat dua raka`at, seperti shalat Subuh, shalat Jum`at dan shalat `Id, maka duduk iftirasy setelah   bangkit dari sujud kedua, yaitu dengan menegakkan kaki kanan, dan   bertumpu pada kaki kiri, tangan kanan diletakkan di atas paha kanan   dengan menggenggam semua jari kecuali jari telujuk untuk berisyarat   kepada tauhid di saat meng-ingat Allah shallallahu ‘alaihi wasallam dan   berdo’a. Jika jari manis dan jari kelingking tangan kanan digenggamkan,   sedangkan ibu jari dibentuk lingkaran dengan jari tengah dan  berisyarat  dengan jari telunjuk, maka hal tersebut sangat baik sekali,  karena kedua  cara tersebut ada di dalam hadits shahih dari Nabi  shallallahu ‘alaihi  wasallam. Dan afdhalnya melakukan cara yang pertama  pada suatu saat dan  cara yang kedua pada saat yang lain. Sedangkan  tangan kiri diletakkan di  atas (ujung) paha kiri dan lutut; lalu  membaca Tasyahhud, yaitu:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]-->
Kemudian dilanjutkan dengan membaca:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]-->
Lalu memohon perlindungan kepada Allah dari empat hal dengan membaca:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]-->
Kemudian  berdo’a,  memohon kepada Allah untuk kebaikan dunia dan akhirat. Dan  apabila  berdo`a untuk kedua orang tua atau untuk kaum muslimin, maka  dibolehkan,  baik di waktu shalat wa-jib ataupun shalat sunnah,  berdasarkan hadits  Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari Ibnu Mas`ud  radhiyallahu ‘anhu  ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  mengajarinya Tasyahhud, beliu bersabda:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]-->  “Kemudian hendaknya ia memilih do`a yang lebih disukai, lalu berdo`a”
Do`a  yang  disebutkan dalam hadist di atas men-cakup semua apa saja yang  berguna  bagi seseorang dalam kehidupan dunia dan akhirat. Setelah itu  memberi  salam dengan menoleh ke kanan dan salam dengan menoleh ke kiri,  seraya  mengucapkan:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]-->
14. Jika shalat yang dikerjakan adalah tiga raka`at, seperti shalat Maghrib, atau empat raka`at, seperti shalat Zhuhur, `Ashar dan Isya’, maka hendak-nya ia membaca tasyahhud  tersebut di atas dengan membaca shalawat kepada Nabi shallallahu   ‘alaihi wasallam, kemudian bang-kit dengan bersanggah kepada kedua   lututnya, sambil mengangkat kedua tangan sampai sejajar dengan kedua   pundak dan membaca Allahu Akbar, lalu mele-takkan kedua tangan di dada sebagaimana diterang-kan di atas kemudian membaca Al-Fatihah saja.
Jika  ia membaca  surah atau ayat pada raka`at ketiga dan keempat dalam  shalat dzuhur  sesudah al-Fatihah pada saat-saat tertentu, maka tidak  apa-apa. Karena  ada hadits shahih yang menunjukkan hal tersebut dari  Nabi shallallahu  ‘alaihi wasallam yang bersumber dari Abu Sa`id  radhiyallahu ‘anhu.
Dan jika tidak membaca shalawat pada tasyah-hud pertama, maka tidak apa-apa, karena hukumnya sunnah, tidak wajib dalam tasyahhud awal. Kemudian membaca tasyahhud setelah   raka`at ketiga pada shalat Maghrib, dan setelah raka`at keempat dari   shalat Zhuhur, Ashar dan Isya’, berikut dengan shalawat kepada Nabi   shallallahu ‘alaihi wasallam , dan memohon perlindungan kepada Allah   dari empat perkara yang disebutkan di atas (adzab Neraka Jahannam, siksa   kubur, fitnah kehi-dupan dan kematian dan dari kejahatan fitnah   Dajjal), lalu perbanyak berdo`a.
Dan di antara do`a yang diajarkan pada akhir tahiyyat (tasyahhud) dan juga dalam kesempatan-kesempatan lainnya adalah:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “ Ya Rabb kami, karuniakan kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari adzab api Neraka”. 
Karena ada hadits shahih yang bersumber dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> Kebanyakan dari do`a-do`a Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu adalah Rabbana atina fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah wa qina adzaban nar.
Sebagaimana telah disebutkan di atas dalam shalat yang dua raka`at, hanya saja posisi duduk saat ini adalah duduk tawarruk,   yaitu duduk dengan meletakkan telapak kaki kiri di bawah betis kaki   kanan dan kemudian mendudukkan pantat di atas tanah, sedangkan kaki   kanan tegak, berdasarkan hadits yang bersumber dari Abu Humaid. Kemudian   memberi salam ke kanan sambil mengucapkan:     dan salam ke kiri  seraya  mengucapkan: <!--[if gte vml 1]>   <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]-->
Sehabis itu beristighfar (memohon ampun) kepada Allah tiga kali, membaca:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “Ya  Allah, Engkaulah Yang Maha Selamat dan dariMu-lah keselamatan,  Maha  Suci Engkau, wahai Tuhan Pemilik keagungan dan kemulia-an; tiada  tuhan  yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagiNya,   milikNya lah kerajaan, dan milikNya-lah segala pujian, dan Dia Maha   Kuasa atas segala sesuatu; tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan   Allah. Ya Allah, tiada yang dapat menghalangi terhadap apa yang Engkau   berikan, dan tiada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau halangi,   tidaklah bermanfaat kemuliaan bagi pemiliknya kecuali kemuliaan itu  dari  Engkau. Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan kami  tidak  menyembah kecuali hanya kepadaNya; kepunyaanNya lah kenikmatan  dan  milikNya lah karunia, dan bagiNya-lah sanjungan yang baik, tiada  tuhan  yang berhak disembah selain Allah, dengan tulus ikhlas tunduk  kepadaNya  sekalipun orang-orang kafir tidak suka”. 
Kemudian bertasbih (mengucapkan Subhanallah ) sebanyak 33 kali, memuji Allah (mengucapkan Alhamdulillah) 33 kali dan bertakbir (mengucapkan Allahu akbar) 33 kali, serta digenapkan menjadi seratus dengan mengucapkan:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]-->   “Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada  sekutu  bagiNya, kepunyaan-Nya-lah kerajaan, dan milikNya-lah segala  pujian,  dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
Lalu membaca ayat   Kursi, Surat Al-Ikhlash, surat Al-Falaq dan Surah An-Nas pada setiap   kali selesai shalat. Dan dianjurkan (disunnahkan) meng-ulang tiga surat   tersebut sebanyak 3 kali setelah selesai shalat Maghrib dan shalat   subuh, berdasarkan hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi   wasallam yang menganjurkan tentang hal itu, begitu pula dianjurkan   (disunnahkan) menambah dzikir tersebut di atas, terutama setelah shalat   Maghrib dan shalat Subuh dengan dzikir berikut 10 kali:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]-->   “Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada  sekutu  bagiNya, kepunyaan-Nya-lah kerajaan, dan milikNya-lah segala  pujian,  Dia menghidupkan dan mematikan dan Dia Maha Kuasa atas segala  sesuatu”.  
Semua itu berdasarkan hadits shahih dari Rasu-lullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Jika ia sebagai imam, maka hendaknya berbalik menghadap para ma’mum sesudah beristighfar 3 kali dan mengucapkan:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]-->   “Ya Allah, Engkau Yang Maha selamat dan dariMu lah keselamatan,  Maha  Tinggi lagi Maha Suci Engkau, wahai Pemilik keagungan dan  kemuliaan”.
Kemudian  membaca  dzikir-dzikir sebagaimana tersebut di atas, yang banyak  disebutkan dalam  hadits-hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,  di antaranya  adalah hadits shahih yang dari `Aisyah radhiyallahu ‘anhu  yang  diriwayatkan oleh Imam Muslim. Semua dzikir di atas hukumnya  sunnah,  tidak wajib.
Disunnahkan pula  bagi setiap muslim, baik  laki-laki atau perempuan shalat sunnah 4  raka`at sebelum Zhuhur dan 2  raka`at sesudahnya, 2 raka`at sesudah  shalat Maghrib, 2 raka`at sesudah  Isya dan 2 raka`at sebelum shalat  Subuh. Jumlah kesemuanya 12 raka`at,  yang dinamakan shalat rawatib; Nabi  shallallahu ‘alaihi wasallam  selalu menjaganya di waktu muqim, adapun  di waktu beper-gian beliau  hanya melakukan shalat sunnat Subuh dan  witir. Untuk kedua shalat  sunnah tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wasallam tidak pernah  meninggalkannya baik di waktu muqim maupun di  waktu bepergian. Beliau  adalah teladan bagi kita, sebagaimana firman  Allah Subhanahu wa Ta’ala:
 “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik”. (Al-Ahzab: 21).
Dan juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]-->  “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”.(HR. Bukhari).
Dan lebih utama (afdhal)  shalat-shalat rawatib dan shalat witir dilakukan di rumah, namun jika   dilakukan di masjid, maka tidak apa-apa sebagaimana sabda Rasulullah   shallallahu ‘alaihi wasallam:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “Sebaik-baik shalat seseorang adalah di rumah, kecuali shalat wajib.” (Hadits ini disepakati keshahihannya oleh Bukhari dan Muslim)
Menjaga  shalat  rawatib dengan sungguh-sung-guh merupakan bagian dari sebab  seseorang  masuk Surga, sebagaimana yang diriwayatkan di dalam Shahih  Muslim dari  Ummi Habibah radhiyallahu ‘anhu sesungguh-nya dia berkata:  Saya telah  mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “Tiada  seorang hamba muslim pun yang selalu melakukan shalat sunnat  12  raka`at selain dari shalat wajib pada setiap hari, melainkan Allah   bangun untuknya sebuah istana di Surga.”
Dan sesungguhnya   Imam At-Tirmidzi di dalam riwayat haditsnya juga menjelaskan   (menafsirkan) hadits di atas sebagaimana yang kami sebutkan tadi.
Jika  ia melakukan 4  raka`at sebelum shalat Ashar, 2 raka`at sebelum  Maghrib, dan dua  raka`at sebelum shalat Isya`, maka itu lebih baik  sebagaimana sabda  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “Allah akan memberi rahmat kepada seseorang yang selalu shalat 4 raka`at sebelum Ashar“. (HR. Imam Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, dan ia menghasankannya; dishahihkan Ibnu Huzaimah, sanad hadits tersebut shahih). 
Dan juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “ Di antara dua adzan (adzan dan iqamah) ada shalatnya, di antara dua adzan ada shalatnya, -Lalu beliau bersabda untuk ketiga kalinya: Bagi yang menghendaki.” (HR. Al-Bukhari)
Dan  jika shalat 4  raka`at setelah shalat Zhuhur dan 4 raka`at sebelumnya,  maka itu pun  baik pula, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu  ‘alaihi wasallam:
<!--[if gte vml 1]>  <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--> “Barangsiapa yang menjaga 4 raka`at sebelum Zhuhur dan 4 raka`at sesudahnya, maka ia diharamkan oleh Allah atas api Neraka.” (HR. Ahmad dan Ahlus Sunan dengan sanad shahih dari Ummi Habi-bah radhiyallahu ‘anhu)
Maksudnya  adalah,  ia menambah 2 raka`at atas shalat sunnat rawatib sesudah  Zhuhur, karena  shalat sunnat rawatib Zhuhur itu 4 raka`at sebelumnya  dan 2 raka`at  sesudahnya. Maka jika ia melakukan dua rak`at shalat  sunnat lagi  sesudahnya, tercapailah apa yang disebutkan di dalam hadits  Ummi Habibah  tersebut.
Dan Allahlah  Pemberi taufiq, dan semoga  Allah tetap mencurahkan shalawat dan salam  kepada nabi kita Nabi  Muhammad bin Abdullah shallallahu ‘alaihi  wasallam, kepada ke-luarga  dan para shahabatnya serta para pengikutnya  hingga hari Kiamat.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar